Bahasa dan Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Seperti kita ketahui bahasa dan masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak mungkin pula ada bahasa tanpa masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu dalam suatu bahasa juga dapat terjadi pergeseran, hal ini terjadi karena dipengaruhi berbagai hal diantaranya perkembangan ilmu dan teknologi. Seperti kita ketahui pula bahwa fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi social. Bahasa adalah suatu wahana untuk kita berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian setiap anggota masyarakat tentunya memiliki dan menggunakan alat komunikasi social tersebut. Tidak ada bahasa tanpa masyarakat dan tidak ada pula masyarakat tanpa bahasa.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bahasa pun mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan karena bahasa memang tidak lepas dari masyarakat. Dua hal ini saling berkaitan, begitu pula dengan bahasa indonesia yang diangkat dari bahasa Melayu yang bersifat lingua franca sebagai bahasa penghubung yang tersebar di Nusantara hingga saat dirumuskannya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang menjadi bahasa negara, sejak itupun perkembangan bahasa Indonesia terus berkembang, beribu-ribu istilah dan kata-kata baru bermunculan, dari segi struktur kita tingkatkan swadayanya sehingga kita dapat rumuskan segala pemikitan yang tinggi dan rumit dalam bahasa Indonesia

B.     Rumusan masalah
Dengan mengetahui latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.      Bahasa dan tutur
2.      Verbal repertoire
3.      Masyarakat tutur
4.      Bahasa dan tingkatannya
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Bahasa Dan Tutur
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
1.      Suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
2.      Suatu Lperalatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalampikiran orang lain
3.      Suatu kesatuan sistem makna
4.      Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antarabentuk dan makna.
5.      Suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan,kalimat, dan lain-lain.)
6.      Suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistic
Perdinand de ssussure ( 1916 ) membedakan antara language, langue, dan parole yang berasal dari bahasa perancis yang dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan satu istilah yaitu bahasa. Language dipadankan dengan katta bahasa, langue diartikan sebagai sebuah system lambing bunyi yang digunakan sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Parole dapat dipadankan dengan kata bahasa dalam kalimat. lAdanya saling mengerti antara penduduk di garut selatan dengan penduduk karawang adalah karena adanya kesamaan system dan subsystem ( fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantic ) diantara parole-parole yang mereka gunakan.

B.     Verbal Repertoire
Verbal repertoire merupakan rangkaian semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seseorang penutur.
Dalam sosiolinguistik Dell Hymes tidak membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai sistem dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai kemampuan komunikatif (communicative competence). Kemampuan komunikatif meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan mengungkapkan bahasa tersebut sesuai dengan. fungsi dan situasi serta norma pemakaian dalam konteks sosialnya.
Berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat bahasa dibedakan menjadi tiga, yaitu
a.       Masyarakat monolingual (satu bahasa)
b.      masyarakat bilingual (dua bahasa)
c.       masyarakat multilingual.(lebih dari 2 bahasa)
Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun kelompok disebut verbal repertoire. Jadi verbal repertoire dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu verbal repertoire yang dimiliki individu dan yang dimiliki masyarakat. Jika suatu masyarakat memiliki verbal repertoire yang relatif sama dan memiliki penilaian yang sama terhadap pemakaian bahasa yang digunakan dalam masyarakat disebut masyarakat bahasa
Verbal repertoire ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur bahasa secara keseluruhan. Yang pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma social bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Yang kedua mengacu pada keseluruhan alat-alat verbal yang ada pada masyarakat, beserta dengan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks sosialnya.

C.    Konsep Dan Kategori Pemilihan Bahasa
Dalam masyarakat multibahasa tersedia berbagai kode, baik berupa bahasa, dialek,  variasi,  dan gaya untuk digunakan dalam interaksi sosial. Untuk istilah terakhir, Kartomihardjo (1988) lebih suka mempergunakan istilah ragam sebagai padanan dari style. Dengan tersedianya kode-kode itu, anggoa masyarakat akan memilih kode yang tersedia sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam interaksi sehari-hari, anggota masyarakat secara konstan mengubah variasi penggunaan bahasanya.
Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 180) tidak sesederhana yang kita bayangkan, yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan (whole language) dalam suatu peristiwa komunikasi. Kita membayangkan seseorang yang menguasai dua bahasa atau lebih harus memilih bahasa mana yang akan ia gunakan. Misalnya, seseorang yang menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia  harus memilih salah satu di antara kedua bahasa itu ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi.
Dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pemilihan. Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intra language variation). Apabila seorang penutur bahasa Jawa berbicara kepada orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa krama, misalnya, maka ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori pertama ini. Kedua, dengan melakukan alih kode (code switching), artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi. Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing) artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.
Peristiwa alih kode dapat terjadi karena beberapa faktor. Reyfield (1970: 54-58) berdasarkan studinya terhadap masyarakat dwibahasa Yahudi-Inggris di Amerika mengemukakan dua faktor utama, yakni respon penutur terhadap situasi tutur dan faktor retoris. Faktor pertama menyangkut situasi seperti kehadiran orang ketiga dalam peristiwa tutur yang sedang berlangsung dan  perubahan topik pembicaraan. Faktor kedua menyangkut penekanan kata-kata tertentu atau penghindaran terhadap kata-kata yang tabu. Menurut Blom dan Gumperz (1972: 408-409) teradapat dua macam alih kode, yaitu (1) alih kode situasional (situational switching) dan (2) alih kode metaforis. Alih kode yang pertama terjadi karena  perubahan situasi dan alih kode yang kedua terjadi karena  bahasa atau ragam bahasa yang dipakai merupakan metafor yang melambangkan identitas penutur.
Campur kode merupakan peristiwa  percampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu peristiwa tutur.  Di dalam masyarakat tutur Jawa yang diteliti ini juga terdapat gejala ini. Gejala seperti ini cenderug mendekati pengertian yang dikemukakan oleh Haugen (1972: 79-80) sebagai bahasa campuran (mixture of language), yaitu pemakaian satu kata, ungkapan, atau frase. Di Filipina menurut Sibayan dan Segovia (1980: 113) disebut mix-mix atau halu-halu atau taglish untuk pemakaian bahasa campuran antara bahasa Tagalog dan bahasa Inggris. Di Indonesia, Nababan (1978: 7) menyebutnya dengan istilah bahasa gado-gado untuk pemakaian bahasa campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

D.    Masyarakat Tutur
Masyarakat Tutur Menurut Wijaya dan Muhammad (2006 : 46) masyarakat tutur ialah sekelompok orang dalam lingkup luas atau sempit yang berinteraksi dengan bhasa tertentu yang dpat dibedakan dengan kelompok masyarakat tutur lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan. Chaer dan Agustina (2004 : 36) mendefinisikan masyarakat tutur sebagai suatu kelompok orang atau masyarakat memiliki verbal repetoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu.Fishman dalam Cher dan Agustina (2004 : 36) mengatakan masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggitanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa dan norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya.
Masyarakat tutur menurut Kridalaksana (2008 : 150) ialah kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama atau yang merasa termasuk dalam kelompok itu, atau yang berpegang pada bahasa standart yang sama.
Gumperz dalam Sumarsono (2007 : 318) mengatakan bahwa masyarakat tutur ialah sekelompok menusia yang memiliki karakteristik khas karena melakukan interaksi yang teratur dan berkali-kali dengan tanda-tanda verbal yang sama, dan berbeda dari kelompok lain karena adanya perbedaan yang signifikan dalam penggunaan bahasa.
Berdasarkan pendapat para ahli bahasa dan sosiolinguistik diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat tutur ialah sekelompk orang atau individu yang memiliki kesamaan atau menggunakan sistem kebahasaan yang sama berdasarkan norma-norma kebahasaan yang sesuai.
Kalau suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoire yang relatife sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur ( inggris : speech community ) jadi, masyarakat tutur bukanlah hanya kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa. Masyarakat tutur adalah adanya perasaan menggunakan tutur yang sama ( Djokokentjono : 1982 ). Contoh masyarakat tutur bahasa Indonesia adalah satu  Negara.
Dilihat dari sempit dan luasnya verbal repertoirenya dapat dibedakan adanany dua macam masyarakat tutur :
1.              Masyarakat tutur yang repertoire pemakaianya lebih luas, dan menunjuk verbal repertoire setiap penutur lebiih luas pula
2.              Masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyai pengalaman sehari-hari dan aspirasi hidup yang sama, dan menunjukan pemilikan wilayah linguistic yang lebih sempit, termasuk juga perbedaan variasinya.

E.     Bahasa Dan Tingkatannya
Pokok pembicaran sosiolinguistik adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaanya didalam masyarakat yaitu hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut variasi bahasa, ragam, atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu dimasyarakat
Adakah hubungan antara antara bahasa dengan tingkatan social ? tingkatan social di dalam masyarakat itu bisa dilihat dari dua segi yaitu :
1)            Dari segi kebangsawanan
2)            Dari segi kedudukan social yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki
Untuk melihat adanya hubungan antara kebangsawanan dengan bahasa, kita ambil contoh masyarakat tutur bahasa jawa, mengenai tingkat kebangsawanan ini, kutjoroningrat ( 1967 : 245 ) membagi masyarakat jawa ada 4 tingkat yaitu :
a)            Wong ellik
b)           Wong sudagar
c)            Priyayi
d)           Ndara
Sedangkan menurut Clifford beerts ( dalam pride dan holmes (ed) 1976 ), membagi masyarakat jawa menjadi 3 tungkat yaitu :
·      Priyayi
·      Bukan priyayi tetapi berpendidikan dan bertempat tinggal dikota
·      Petani dan orang-orang kota yang tidak berpendidikan
Berdasarkan tingkatan tersebut melahirkan undak usuk yaitu variasi bahasa yang penggunaanya didasarkan pada tingkat-tingkat social

F.     Faktor Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial masyarakat dwibahasa/multibahasa disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan budaya. Evin-Tripp (1972) mengidentifikaskan empat faktor utama sebagai penanda pemilihan bahasa penutur dalam interkasi sosial, yaitu
(1)   Latar (waktu dan tempat) dan situasi;
(2)   Partisipan dalam interkasi,
(3)   Topik percakapan, dan
(4)   Fungsi interaksi. Faktor pertama dapat berupa hal-hal seperti makan pagi di lingkungan keluarga, rapat di keluarahan, selamatan kelahiran di sebuah keluarga, kuliah, dan tawar-menawar barang di pasar.
Faktor kedua mencakup hal-hal seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan perannnya dalam hubungan dengan mitra tutur. Hubungan dengan mitra tutur dapat berupa hubungan akrab dan berjarak. Faktor ketiga dapat berupa topik tentang pekerjaan, keberhasilan anak, peristiwa-peristiwa aktual, dan topik harga barang di pasar. Faktor keempat berupa fuingsi interaksi  seperti penawaran, menyanmpaikan informasi, permohonan, kebiasaan rutin (salam, meminta maaf, atau mengucapkan terima kasih).
Senada dengan Evin-Tripp, Groesjean (1982: 136) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi pemilihan bahasa dalam interaksi sosial, yaitu
(1)   Partisipan,
(2)   Situasi,
(3)   Isi wacana, dan
(4)   Fungsi interaksi. Faktor situasi mengacu pada
(5)   Lokasi atau latar,
(6)   Kehadiran pembicara monolingual,
(7)   Tingkat formalitas, dan
(8)   Tingkat keakraban.
Faktor isi wacana mengacu pada
(1)   Topik pembicaraan, dan
(2)   Tipe kosakata.
Fatkor fungsi iteraksi mencakupi aspek
(1)   menaikkan status,
(2)   penciptaan jarak sosial,
(3)   melarang masuk/ mengeluarkan seseorang dari pembicaraan, dan
(4)   memerintah atau meminta.

Dari paparan berbagai faktor di atas, yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak  terdapat faktor tunggal yang dapat  mempengaruhi pemilihan bahasa sesorang. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah faktor-faktor itu memiliki kedudukan yang sama pentingnya?. Kajian penelitian pemilihan bahasa yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa  suatu faktor menduduki kedudukan yang lebih penting daripada faktor lain. Gal (1982) menemukan bukti bahwa karakteristik penutur dan mitra tutur merupakan faktor yang paling menentukan dalam  pemilihan bahasa dalam masyarakat tersebut, sedangkan faktor topik dan latar merupakan faktor yang kurang menentukan dalam pemilihan bahasa dibanding  faktor partisipan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
1.              Suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
2.              Suatu Lperalatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalampikiran orang lain
3.              Suatu kesatuan sistem makna
4.              Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antarabentuk dan makna.
5.              Suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan,kalimat, dan lain-lain.)
6.              Suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistic
Verbal repertoire merupakan rangkaian semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seseorang penutur.
Dalam sosiolinguistik Dell Hymes tidak membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai sistem dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai kemampuan komunikatif (communicative competence). Kemampuan komunikatif meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan mengungkapkan bahasa tersebut sesuai dengan. fungsi dan situasi serta norma pemakaian dalam konteks sosialnya.
Berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat bahasa dibedakan menjadi tiga, yaitu
·        Masyarakat monolingual (satu bahasa)
·        masyarakat bilingual (dua bahasa)
·        Masyarakat multilingual.(lebih dari 2 bahasa)
DAFTAR PUSTAKA
Chaika, Elaine. 1982.Bahasa dan Masyarakat. Rowley: Newbury House   Publishers, inc.

Edward, John. 1995. Kamus Bahasa Indonesia. New York: Penguin                                 Books.
Fasold, Ralph. 1984. Penggunaan Bahasa Yang Benar. Oxford: Basil                              Blackwell ltd.

Fasold, Ralph. 1990. The Sociolinguistics of Language. Oxford: Basil                               Blackwell ltd.

Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London:                                                 Longman Group limited.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asam Amino

Anggaran Fleksibel

Makalah Buah Manggis