SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AKUNTASI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Benarkah ilmu
akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik, karena agama
sebagaimana dipahami banyak kalangan, hanyalah kumpulan norma yang lebih
menekankan pada persoalan moralitas. Dan karenanya prinsip-prinsip kehidupan
praktis yang mengatur tata kehidupan modern dalam bertransaksi yang diatur
dalam akuntansi, tidak masuk dalam cakupanagama.
Anggapan
terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan syariah Islam) wajar saja
dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang meragukan dan
mempetanyakan seperti apakah ekonomi islam Jika kita mengkaji lebih jauh dan
mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam –Al-Qur’an maka akan menemukan
ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu
akuntansi.
Singkatnya,
informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang
kapitalistik juga. Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara
kapitalisme.dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat
terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem
nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal.
Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya
dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola
hubungan yang berbeda pula . Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya
peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan
teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung
nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt
B.
Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah
perkembangan akuntansi syari’ah
2.
Bagaimana perkembangan sistem Akuntansi di masyarakat
muslim
3.
Bagaimana Perkembangan
Kontemporer Akuntansi Syari’ah
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Bertujuan untuk
mengetahui apa itu akuntansi syari’ah
2.
Untuk mengetahui
perkebangan akuntansin syari’ah pada masa Rasulullah
3.
Untuk mengetahui
sejarah akuntansi syari’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi
Objektif Lahirnya Paradigma Akuntansi-Syariah
Lahirnya akuntansi syariah
sekaligus sebagai paradigma baru sangat terkait dengan kondisi objektif yang
melingkupi umat islam secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Kondisi
tersebut meliputi : norma agama, kontribusi umat islam pada masa lalu, sistem
ekonomi kapitalis yang berlaku saat ini, dan perkembangan pemikiran.
a. Norma Agama
Ajaran normatif
agama sejak awal keberadaaan islam telah memberikan persuasi normatif bagi para
pemeluknya untuk melakukan pencatatan atas segala transaksi dengan benar dan
adil sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Al-Baqarah :
282
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun dari pada utangnya... (QS. Al-Baqarah: 282)
Ayat inilah
yang sebenarnya memberikan dorongan kuat kepada kaum muslim untuk menggunakan akuntansi dalam setiap bisnis dan
transaksi yang dilakukannya. Disamping itu juga ada ayat-ayat lain yang sangat
kondusif bagi mereka untuk melakukan pencatatan, yaitu ayat-ayat tentang
kewajiban membayar zakat. Ayat tersebut diantaranya adalah :
Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensuciksn mereka, dan berdoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka.dan Allah maha mendengar lagi
maha mengetahui. (QS. At- Taubah: 103).
Ayat-ayat tersebut
sangat berpengaruh terhadap cara berbisnis
dan berprilaku umat islam dalam dunia nyata. Ayat tersebut tidak sekedar
norma, tetapi adalah praktik yang bisa “membumi” dalam bentuk perilaku
kehidupan manusia.
b. Kontribusi Umat Islam
Sepintas deskripsi
diatas secara sepintas sebetulnya sudah menunjukkan kontribusi umat islam sejak
awal masa Islam terhadap akuntansi, yaitu teknik pembukuan itu sendiri.
Disamping teknik pembukuan dimana akuntansi modern berkembang dengan basis
sistem tata-buku berpasanagan (double entry book-keeping system) juga
pengenalan angka arab-hindu, ilmu aljabar (matematika), dan sistem perdagangan
merupakan faktor pemberi kontribusi
terbesar bagi berkembangnya akuntansi modern saat ini.
c. Sistem Ekonomi Kapitalis
Tidak dapat
dipungkiri geliat kapitalisme telah merambah dan menjerat setiap penjuru dan
sudut kehidupan manausia. Gerak pikir dan perilaku kita secra sadar atau tidak
berada dalam pangkuan pengaruh
kapitalisme ini. Kekuatan yang besar ini nyata, atau samar, mengeksploitasi
kehidupan manusia dan alam semesta secara otomatis. Akuntansi modern juga tidak
terlepas dari pengaruh ini. Pemikiran-pemikiran islam dan akuntansi syariah,
misalnya merupakan pemicu untuk melakukan perubahan dan pembebasan.
d. Perkembangan Pemikiran
Sejak tiga
dekade terakhir ini, umat islam mulai menunjukkan geliat kehidupannya dari
sudut jendela ilmu pengetahuan. Ismail Al-Faruqi, misalnya leawat islamisasi
ilmu pengetahuannya seolah menggoyang tidur lelapnya umat islam untuk bangun mengonstruksi
ilmu pengetahuan berdasarkan jiwa tauhid. Instrumen penyebar ide islamisasi
ilmu pengetahuan ini telah didirikan di Herndon : Amerika Serikat, yang dikenal
dengan anam international institute of islamic thught (IIIT). Lembaga ini akhirnya menyebar keberbagai
negara islam lainnya, seperti : Pakistan, Arab Saudi, Iran, Malaysia, dan
Indonesia. Di Indonesia lembaga ini didirikan sebagai cabang yang independen
dengan anama international institute of islamic Tought-Indonesia (IIIT-I) pada
November 1999 yang lalu.
IIIT melakukan islamisasi terhadap
ilmu pengetahuan sosial, seperti : antropologi, ekonomi, psikologi, sosiologi,
dan lainnya. Di Indonesia IIIT-I memfokuskan diri pada konstruksi dan
pengembangan Ekonomi Islam. Sementara, sampai saat ini wacana ekonomi islam
yang telah turunp pada dunia empiris adalah lembaga keuangan (bank syariah,
baitul mal wa tamwil), asuransi islam (takaful), dan reksadana syariah.
B.
Perkembangan
Kontemporer Akuntansi Syari’ah
a) Pengaruh Islam terhadap
Perkembangan Akuntansi
Sebelum
berdirinya pemerintahan Islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar yang
memiliki wilayah yang luas, yakni Romawi dan Persia. Saat Nabi Muhammad SAW
lahir, sebagian besar daerah di T`imur Tengah berada dalam jajahan, daerah syam
dijajah oleh Romawi, sedangkan Irak dijajah oleh Persia. Adapun perdagangan
bangsa Arab Mekkah terbatas ke Yaman pada musim dingin dan Syam pada musim
panas.
Pada saat itu,
akuntansi sudah digunakan oleh para pedagang dalam bentuk perhitungan barang
dagangan sejak mulai berdagang sampai pulang. Perhitungan tersebut dilakukan
untuk mengetahui perubahan-perubahan, untung atau rugi. Bahkan, orang-orang
Yahudi yang pada saat itu berdagang dan menetap juga telah menggunakan
akuntansi untuk transaksi utang-piutang mereka.
Praktik
akuntansi pada masa Rasulullah SAW mulai berkembang setelah ada perintah Allah
melalui Al-Qur’an untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai
(Al-Baqarah 282) dan untuk membayar zakat. Perintah Allah dalam Al-Baqarah 282
tersebut telah mendorong setiap individu senantiasa menggunakan dokumen ataupun
bukti transaksi. Adapun perintah Allah untuk membayar zakat mendorong umat
Islam saat itu untuk mencatat dan menilai aset yang dimilikinya. Berkembangnya
praktik pencatatan dan penilaian aset merupakan konsekwensi logis dari
ketentuan membayar zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu
dari aset yang dimiliki seseorang yang telah memenuhi kriteria nisab dan haul.
b) Faktor yang mengantarkan
Perkembangan Akuntansi di Negara Islam
Daulat abbassiyah,
132-232H/750-847 M memiliki banyak kelebihan dibanding yang lain dalam
pengembangan akuntansi secara umum dan buku-buku akuntansi secara
khusus.Diantara contoh buku-bukukhusus yang dikenal pada masa kehidupan negara
islam itu adalah sebagai berikut:
1. Daftarul
nafaqat (Buku Pengeluaran) Buku ini disimpan di diwan nafaqat dan diwan ini
bertanggung jawab atas pengeluaran khilafah, yang mencerminkan pengeluaran
negara.
2. Daftarun
Nafaqat Wal Iradat(Buku Pengeluaran dan Pemasukan) buku ini disimpan di Diwanil
mal, dandiwan ini bertanggung jawab atas pembukaan seluruh harta yang masuk ke
Baitul Mal dan yang dikeluarkannya
3. Daftar
Amwalil Mushadarah (Buku harta Sitan) Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin.
Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat
senir negara pada saat itu.
Umat islam juga
mengenal buku Khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu
serupadengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or
accounts receivable subsidiary ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa persia,
kemudin digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah
pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuksetiap
orang yang dibebani untuk membayar pajak,didalamnya dicatat jumlah pajak
yangarus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus
dilunasi.
Disamping itu, kaum muslimin
dinegara islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok:
1. Ar
Ra’ij minal mal , yaitu piutang yang memungkinkna untuk didapatkan, yaitu apa
yang dikenal dengan nama Ad Duyunul jayyidah, dalam bahasa inggris dikenal
dengan Collectable Debts
2. Al
Munkasir minal mal, yaitu piutang yang mustahil untuk didapatkan, sekarang
dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dalam bahasa inggris dikenal dengan Bad Debts
atau Uncollectable Debts
3. Al
Muta’adzir wal mutahayyir wal muta’aqqid
minal mal, yaitu piutang yang diragukan untuk didapatkan, dalam bahasa inggris
adalah Doubtful Debts.
c. Praktik Akuntansi Pemerintahan
Islam
Kewajiban zakat
berdampak pada pendirian Baitulmal oleh Rasulullah, yang berfungsi sebagai
lembaga penyimpan zakat beserta pendapatan lain yang diterima negara. Pada masa
pemerintahan Rasulullah memilik 42 pejabat yang digaji dan terspesialisasi
dalam peran dan tugas tersendiri. Praktik akuntansi pada zaman Rasulullah baru
berada pada tahap penyiapan personal yang menangani fungsi-fungsi lembaga
keuangan negara. Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh negara
langsung didistribusikan setelah harta tersebut diperoleh. Dengan demikian,
tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan pengeluarannya.
Pada zaman
Khalifah Umar bin Khattab, penerimaan negara meningkat secara signifikan.
Dengan demikian, kekayaan negara yang disimpan juga semakin besar. Para sahabat
merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran negara. Kemudian, Khalifah Umar bin Khattab mendirikan unit khusus
bernama Diwan yang bertugas membuat laporan keuangan sebagai bentuk
akuntabilitas Khalifah atas dana Baitulmal yang menjadi tanggungjawabnya.
Selanjutnya, reliabilitas laporan keuangan pemeritahan dikembangkan oleh
Khalifah Umar bin Abdul Aziz berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan uang.
Kemudian, Khalifah Al Walid bin Abdul Malik mengenalkan catatan dan register
yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya.
Evolusi
perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa
Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara
lain; akuntansi peternakan, akuntasi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi
konstruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku (auditing). Pada masa
itu, sistem pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi :
a.
Jaridaj al-Kharaj
(mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan pemerintah terhadap
piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak
yang belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar. Piutang dicatat disatu kolom
dan pembayaran cicilan dikolom yang lain.
b.
Jaridah an-Nafaqat
(jurnal pengeluaran), mencatat pengeluaran
c.
Jaridah al-Mal (jurnal
dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran
d.
Jaridah al-Musadareen,
pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan denda atau sita dari
individu yang tidak sesuai syariah, termasuk dari pejabat yang korup.
Adapun untuk pelaporan, telah
dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain :
a.
Al-Khitmah,
menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat perbulan
b.
Al-Khitmah al-Jame’ah,
laporann keuangan komperhensif yang berisikan gabungan antara laporan laba rugi
dan neraca yang dilaporkan di akhir tahun.
Istilah Zornal
(sekarang journal) telah lebih dahulu digunakan oleh kekhalifahan Islam dengan
Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry yang ditulis oleh
Pacioli, telah lama dipraktekkan dalam pemerintahan Islam. Dari runtutan
penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi di dunia Islam telah berkembang
dan dipraktekan jauh sebelum terbitnya buku “Summa de Arithmetica Geometrica,
Proportioni et Proportionalita” pada tahun 1494 M karya Lucas Pacioli yang oleh
barat diklaim sebagi “bapak” akuntansi modern. Dalam perkembangannya, klaim
barat tersebut ternyata banyak diragukan oleh para peneliti.
Berbagai
Pendekatan dalam Mengembangkan Akuntansi Syariah
a) Pendekatan Induktif Berbasis
Akuntansi Kontemporer
Pendekatan ini
biasa disingkat dengan pendekatan induktif, yang dipelopori oleh AAOIFI
(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution).
Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan
organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan
ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa
pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi yang memerlukannya.
Selain itu, pendekatan ini sesuai dengan prinsip ibaha (boleh) yang menyatakan
bahwa segala sesuatu yang terkait dalam bidang muamalah boleh dilakukan
sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya.
Adapun argumen
yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada
masyarakat yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu dan dipandang
merusak karena mengandung asumsi yang tidak Islami.
b) Pendekatan Deduktif dari Sumber
Ajaran Islam
Pendekatan
deduktif ini dipelopori oleh beberapa pemikir akuntansi syariah, antara lain
Iwan Triyuwono, Akhyar Adnan, Gaffikin dan beberapa pemikit lainnya. Mereka
berpandangan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah pemenuhan kewajiban zakat.
Pendekatan ini diawali denngan
menentukan tujuan berdasarkan prinsip ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Sunnah.
Kemudian tujuan
tersebut dignakan untuk mengembangkan akuntansi kontemporer.Argumen yang
mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini akan meminimalisasi
pengaruh pemikiran sekuler terhadap tujuan dan akuntansi yang dikembangkan.
Adapun argumen yang menentang menyatakan bahwa pendekatan ini sulit
dikembangkan dalam bentuk praktisnya.
c) Pendekatan Hibrid
Pendekatan ini
didasarkan pada prinsipsyariah yang sesuai dengan ajaran Islam dan persoalan
masyarakat yang akuntansi syariah mungkin dapat bantu menyelesaikan. Pendekatan
ini dipelopori oleh pemikir akuntansi syariah Shahul Hameed.Pendekatan Hibrid
secara parsial telah diterapkan di lingkungan beberapa perusahaan konvensional.
Pendekatan ini mengapresiasi perkembangan akuntansi sosial dan lingkungan di
Eropa dalam tiga dekade terakhir, dan menganggap itu perlu diaplikasikan dalam
akuntansi syariah. Dan selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pemikir akuntansi
Islam adalah mengembangkan triple bottom line menjadi fourt bottom line
(ekonomi, sosial, lingkungan, dan kesesuaian syariah).
C.
Perkembangan
Sistem Akuntansi di Masyarakat Muslim
Pengembangan
akuntansi pada negara Islam dimotivasi oleh agama dan diasosiasikan dengan
kewajiban zakat pada tahun 2 H (624), akuntansi nampaknya dimulai dengan
pendirian Dewans untuk pencatatan Baitul Mal pendapatan dan pengeluaran.
Tanggal yang pasti aplikasi pertama kali sistem akuntansi pada negara Islam
tidak diketahui, namun sistem tersebut didokumentasikan pertama kalinya oleh
Al-Khawarizmy pada tahun 365 H (976). Sistem akuntansi disusun untuk
mrefleksikan tipe proyek yang dikerjakan oleh negara Islam sejalan dengan
pemenuhan terhadap syara’. Projek-projek tersebut termasuk industri, pertanian,
keuangan, perumahan dan proyek jasa. Sistem akuntansi menggabungkan rangkain
pembukuan dan prosedur pencatatan, beberapa prosedur-prosedur tersebut
meruapakan sifat dasar dan digunakan untuk semua sistem akuntansi, sementara
yang lain diperuntukkan bagi sistem akuntansi tertentu. Sebagaimana disebutkan
diatas, orang yang diberi tanggung jawab ini disebut dengan Al-Kateb
(Pembukuan/akuntan)
Tujuan sistem
akuntansi adalah untuk, memfasilitasi pengembilan keputusan secara umum,
evaluasi proyek, meskipun sistem ini diinisiasi bagi tujuan pemerintahan, namun
beberapa juga diimplementasikan oleh wiraswasta untuk mengukur keuntungan yang
akan dikenakan zakat, kesuksesan aplikasi sistem akuntansi oleh pemerintah
telah mendorong wiraswasta untuk mengadaptasi sistem yang sama khususnya untuk
tujuan zakat.
Sistem
akuntansi didiskusikan dan dianalisa disini secara mendalam telah disebutkan
oleh Al-Khawarizmy dan detailnya oleh Al-Mazenderany, sistem akuntansi tersebut
berorientasi income-statement (laporan laba rugi). Dan dirancang untuk
menyediakan kebutuhan segera negara Islam, beberapa sistem akuntansi
disandingan dengan transaksi monetary dan monetery sementara yang lain hanya
disandarkan pada ukuran moneter. Alasan penggunaan moneter dan non moneter
secara simultan adalah untuk menjamin ketepatan pengumpulan, pembayaran,
pencatatan dan kontrol pendapatan dan pengeluaran negara.
Enam sistem
akuntansi khusus di kembangkan dan dipraktekkan dalam negara Islam sebagaimana
didokumentasikan oleh Al-Khawarizmy dan Al-Mazendariny yaitu pada tahun
765H/1363M antara lain:
1.
Stable Accounting
(Accounting for Livestock): sistem ini dibawah pengendalian manajer
pemeliharaan ternak dan membutuhkan relevanasi transaksi dan pristiwa dicatat
saat terjadinya hal-hal tersebut, transaksi dengan sistem ini misalnya, makanan
untuk unta, kuda, dan keledai; gaji, hewan yang dijual, hewan yang disumbangkan
atau hewan telah mati.
2.
Rice Farm Accounting
(Agricultural Accounting):Hal ini nampaknya merupakan sistem non-moneter karena
memerlukan pencatatan quantitas padi yang diterima dan dibayar serta
spesifikasi lahan hasil pertanian. Sistem ini dijelaskan oleh Al-Mazadarany dan
Al-Khawarizmy dengan tidak adanya pemisahan tugas antara pencatatan dan
pengaturan persediaan.
3.
Warehouse Accounting:
jenis ini didesain untuk akun pembelian persediaan negara. Sistem ini
ditempatkan dibawah pengawasan secara langsung oleh seseorang yang dikenal
dapat dipercarcaya. Sistem ini mensyaratkan pencatatan detail dari tiap barang
yang diterima dan sumber pengiriman dalam buku yang dipersiapkan untuk tujuan
tersebut.
4.
Mint Accounting
(Currency Accounting): Sistem akuntansi ini dirancang dan diimplementasikan di
negara Islam sebelum abad ke 14 M, sistem ini memerlukan kecepatan konfersi
emas dan perak yang diterima oleh otoritas keuangan dalam bentuk batangan atau
koin. Lebih jauh sistem ini mensyaratkan kecepatan pengiriman batang emas dan
koin kepada pihak berwenang. Hal ini menyarankan bahwa sistem tidak mengizinkan
bahan baku (emas dan perak) atau produk akhir (emas batangan dan koin) disimpan
untuk waktu lama. Penerimaan otoritas pencetakan dikalkulasikan sekitar 5% dari
biaya emas dan perak, atau sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan
5.
Sheep Grazing
Accounting: Akuntansi bentuk ini diinisiasi dan diterapkan oleh otoritas
pemerintahan di negara Islam, dan digunakan oleh pihak swasta untuk mengukur
keuntungan atau kerugian untuk tujuan zakat.
6.
Treasury Accounting:
sistem ini digunakan oleh pemerintah dan memerlukan catatan rutin semua
penerimaan perbendaharaan dan pembayaran. digunakan sebagai catatan penerimaan
perbendaharaan dan pembayaran dalam bentuk kas dan yang sejenisnya.
D.
Aliran
Pemikiran
Di Indonesia sejak pertama kali
tahun 1997, istilah akuntansi syariah diluncurkan, wacana ini menggema dan berkembang
begitu cepat. Bahkan akuntansi Syariah ini membelah menjadi dua bagian- yaitu
akuntansi syariah filosofis teoritis dan akuntansi syariah praktis. Keduanya
eksis secara positif memperkaya khasanah kajian dan praktik Akuntansi Syariah.
a.
Akuntansi Syariah
Filosofis Teoritis
Pada tingkatan
filosofis teoritis ini wacana difokuskan
pada metodelogi bagaimana kita bisa membanguan dan mengembangkan akuntansi
syariah. Wacana ini dimulai dari tujuan akuntansi syariah itu sendiri, kemudian
pada metodologinya dan diteruskan pada teorinya. Secara umum wacana pada aspek
ini menggunakan pendekatan dedukatif
normatif. Pendekatan ini bermula pada konsep yang umum dan abstrak, kemudian
diturunkan pada tingkat yang lebih konkret dan pragmatis. Wacana ini dimulai
dari penetapan tujuan akuntansi,
kemudian ke teori dan akhirnya keteknik kakuntansi.
b. Akuntansi Syariah praktis
Akuntansi
syariah praktis adalah akuntansi yang sudah dipraktikkan dalam dunia nyata. Di
Indonesia dan dunia internasional, akuntansi syariah hanya dipraktikkan di
lembaga keuangan syariah, yaitu Bank Syariah.
Kemudian, pada
tahun 2003 diberlakukan standar akuntansi yang dikenal dengan dengan pernyataan
Standar Akuntansi Keuanagan No. 59 (PSAK No. 59) standar ini adalah standar
akuntansi keuangan untuk perbankan syariah.
PSAK No. 59
dibuat dengan merujuk pada Accounting and auditing standar for islamic
finantial institution (AAOIFI) pada tahun 1998. Langkah ini sangat positif,
karena sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan teknis dari bank-bank syariah
yang jumlahnya semakin meningkat akhir-akhir ini.Namun demikian akuntansi
syariah jenis ini hanya terbatas pada
akuntansi yang dibutuhkan oleh lembaga-lembaga keuangan islam, yang pada
dasarnya bentuk akuntansi untuk lembaga
keuangan ini sama dengan akuntansi modern.
E.
Sejarah
Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia
Akuntansi
pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960an, sementara akuntansi
konvensional yang kita pahami dari berbagai literature menyebutkan bahwa
akuntansi pertama kali berkembang di Italia dan dikembangkan oleh Lucas Pacioli
(1494). Pemahaman ini sudah mendarah daging pada masyarakat akuntan kita.
Olehnya itu, ketika banyak ahli yang mengemukakan pendapat bahwa akuntansi
sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya dan di mulai di arab, akan sulit
diterima oleh masyrakat akuntan. Namun pada tulisan ini kita tidak akan
membahas mengenai hal tersebut karena telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.
Pada tulisan
ini penulis akan sedikit bercerita mengenai proses perkembangan akuntansi
syariah di Indonesia yang di dapatkan dari berbagai referensi. Perkembangan
akuntansi syariah beberapa tahun terakhir sangat meningkat ini di tandai dengan
seringnya kita menemukan seminar, workshop, diskusi dan berbagai pelatihan yang
membahas berbagai kegiatan ekonomi dan akuntansi Islam, mulai dari perbankan,
asuransi, pegadaian, sampai pada bidang pendidikan semua berlabel syariah. Namun
dokumen tertulis yang menyiratkan dan mencermikan proses perjuangan
perkembangan akuntansi syariah masih sangat terbatas jumlahnya. Demikian pula
dengan sejarah perkembangan akuntansi syariah di Indonesia. Kekurang tertarikan
banyak orang terkait masalah ini, baik sebagai bagian dari kehidupan penelitian
maupun sebagai sebuah ilmu pengetahuan menjadikan sejarah akuntansi syariah
masih sangat minim di temukan.
Bank syariah
sebagai landasan awal perkembangan akuntansi syariah. Perkembangan akuntansi
syariah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses pendirian Bank Syariah.
Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan landasan awal diterapkannya
ajaran Islam menjadi pedoman bermuamalah. Pendirian ini dimulai dengan
serangkaian proses perjuangan sekelompok masyarakat dan para pemikir Islam
dalam upaya mengajak masyarakat Indonesia bermuamalah yang sesuai dengan ajaran
agama. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang tokoh Islam, Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
pada waktu itu, sekitar tahun 1990-199. Setelah didirikannya bank syariah,
terdapat keganjilan ketika bank membuat laporan keuangan. Dimana pada waktu itu
proses akuntansi belumlah mengacu pada akuntansi yang dilandasi syariah Islam.
Maka selanjutnya munculah kebutuhan akan akuntansi syariah Islam. Dan dalam
proses kemunculannya tersebut juga mengalami proses panjang.
Berdirinya bank
syariah tentunya membutuhkan seperangkat aturan yang tidak terpisahkan, antara
lain, yaitu peraturan perbankan, kebutuhan pengawasan, auditing, kebutuhan
pemahaman terhadap produk-produk syariah dan Iain-Iain. Dengan demikian banyak
peneliti yang meyakini bahwa kemunculan kebutuhan, pengembangan teori dan
praktik akuntansi syariah adalah karena berdirinya bank syariah. Pendirian bank
syariah adalah merupakan salah satu bentuk implementasi ekonomi Islam.
Dengan
demikian, berdasarkan data dokumen, dapat diinterpretasikan bahwa keberadaan
sejarah pemikiran tentang akuntansi syariah adalah setelah adanya standar
akuntansi perbankan syariah, setelah terbentuknya pemahaman yang lebih konkrit
tentang apa dan bagaimana akuntansi syariah, dan terbentuknya lembaga-lembaga
yang berkonsentrasi pada akuntansi syariah. jadi secara historis, sejak tahun
2002 barulah muncul ide pemikiran dan keberadaan akuntansi syariah, baik secara
pengetahuan umum maupun secara teknis. Sebagai catatan, IAI baru membentuk
Komite Akuntansi Syariah di Indonesia.
Beberapa dekade
berikutnya muncullah upaya-upaya pembentukan perbangkan islam dapat dilihat
pada time line berikut :1940-an muncul upaya pembentukan perbangkan islam di
melayu 1950-an, di Pakistan melalui Jamaat Islam (1969), 1963-1967 di Mesir :
Egypt’s MitGhamr Savings Banks, 1971 di Mesir : Nasser Social Banks. Namun
usaha-usaha pertumbuhan bank Islam baru berkebang pesat pada pertengahan
1970-an , dan saat ini terdapat sejumlah institusi keuangan Islam di sekitar 70
negara yang kebanyakan terlentak di belahan dunia islam. Di Indonesia sendiri
bank islam baru di kenal pada sekitaran tahun 1992 yakni dengan berdirinya bank Muammalat
Indonesia sebagai pelopor bank syariah di Indonesia kemudian disusul Bank IFI
dan Bank Syariah Mandiri (1999) yang kemudian terus berkembang pesat sampai
sekarang.
Pengembangan
perbangkan syariah di Indonesia dilakukan dengan strategi pengembangan bertahap
yang berkesinambungan (gradual dan sustainabel approach) yang sesuai dengan
prinsip syariah (comply to syariah principle).
Berikut tahap perkembangan
perbnagkan dari tahun ke tahun :
1.
Tahap pertama
(2002-2004) dimaksudkan untuk meletakkan landasan yan kuat bagi pertumbuhan
industri
2.
Tahap kedua
(2005-2009) fase untuk memperkuat struktur industri perbangkan syariah
3.
Tahap ketiga
(2010-2012) fase dimana bank syariah diarahkan untuk dapat memenuhi standar
keuangan dan mutu pelayanan internasioanal
4.
Tahap keempat
(2013-2015) mulai terbentuknya integrasi lembaga keuangan syariah.
5.
Pada tahun 2015
diharapkan perbangkan syariah di Indonesia telah memiliki pangsa pasar yang
signifikan untuk ikut mengambil bagian dalam perembangan perekonomian Indonesia
demi untuk kesejahtraan masyarakat luas (Ascarya 2007)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lahirnya sebuah
paradigma dapat dipahami sebagai bagian dari siklus hukum tuhan (Sunatullah).
Paradigma pra modern digantikan oleh paradigma modern yang positivistik.
Demikian juga paradigma modern pada akhirnya nanti akan digantikan oleh
paradigma lainnya, misalnya posmodern (Syariah). Gejala pergantian paradigma
ini sebetulnya sudah tampak. Deskripsi-deskripsi diatas merupakan gejala yang
konkret kemungkinan bergesernya paradigma lama. Akuntansi modern mulai
dipertanyakan dan diragukan kesahihannya. Dimasa yang akan datang akuntansi
modern tidak menutup kemungkinan akan digantiakan oleh akuntansi alternatif,
yaitu akuntansi syriah yang sudah nampak sebagai bayi yang baru lahir.
Akuntansi
syariah memiliki tujuan normatif yang ideal, yaitu menciptakan realitas tauhid.
Realitas ini adalah realitas sosial yang mengandung jaringan kuasa ilahi yang
mengikat dan memilin kehidupan manusia dalam ketundukan pada tuhan. Untuk
sampai pada tujuan ini diperluakn instrrumen untuk membangun dan membentukk
akuntansi syariah, yaitu dengan cara menggunakan metodologi syariah.
B.
Saran
Dalam kenyataan
akuntansi syariah yang baru lahir ini membelah menjadi dua, yaitu akuntansi
filosofis teoritis dan akuntansi syariah praktis. Yang pertama mencoba untuk
mencari dasar-dasar filosofis yang transendental dalam rangka membangun
akuntansi syariah. Sedangkan yang kedua lebih bersifat pragmatis untuk memenuhi kebutuhan praktis yang ada saat ini.
Kedua model akuntansi syariah ini dapat berjalan seiring sejalan yang secara
positif dapat kita pandang sebagai proses pengayaan pada perbendaharaan
akuntansi syariah.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad.2005.” Pengantar Akuntansi Syariah
”.Jakarta:salemba empat
Nurhayati,sri- Wasilah.2009.”Akuntansi Syariah di
Indonesia“.Jakarta:salemba empat.
Triyuwono,iwan.2006.”perspektif, metodologi, dan teori
akuntansi syariah” .malang:rajawali pers
Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia.
2013. Jakarta: Salemba Empat.
Komentar
Posting Komentar