tranplantasi organ
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam dunia
kedokteran, transplantasi (pencangkokan) dapat diartikan sebagai usaha
memindahkan sebagian dari bagian tubuh (jaringan atau organ) dari satu tempat
ke tempat lain. Dari pengertian tersebut transplantasi dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu Transplantasi jaringan
seperti pencangkokan kornea mata.Transplantasi organ seperti pencangkokan
ginjal, jantung, dan sebagainya Berdasarkan hubungan genetik antara donor dengan
resipien. Teknik transplantasi, dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau
jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih
hidup maupun yang sudah meninggal, ke tubuh manusia lain. Dalam penyembuhan
suatu penyakit, adakalanya transpalntasi tidak dapat dihindari dalam
menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi
dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan
dokter – dokter dalam melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai
diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas.
Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penembuhan suatu
penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik,
moral, agama, hukum, atau social budaya ikut mempengaruhinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang pengertian dari transplantasi?
2.
Apa yang pengertian dari transplantasi
Organ dan Jaringan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi Transplantasi Organ
Donor organ atau lebih
sering disebut transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau
tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Syarat tersebut
melipui kecocokan organ dari donor dan resipen. Donor organ adalah pemindahan organ
tubuh manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk menggantikan organ
tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan
teknik dan cara biasa, bahkan harapan hidup penderitan hampir tidak ada lagi.
Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari
orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Organ tubuh yang
ditansplantasikan biasa adalah organ vital seperti ginjal, jantung, dan mata.
namun dalma perkembangannya organ-organ tubuh lainnya pun dapat
ditransplantasikan untuk membantu ornag yang sangat memerlukannya. Menurut
pasal 1 ayat 5 Undang-undang kesehatan,transplantasi organ adalah rangkaian
tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang
berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk
menggantikan organ dan atau jaringan tubuh. Pengertian lain mengenai
transplantasi organ adalah berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
transplantasi adalah tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam
rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik.
Jika dilihat dari fungsi dan manfaatnya
transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life saving’. Live saving
maksudnya adalah dengan dilakukannya transplantasi diharapkan bisa
memperpanjang jangka waktu seseorang untuk bertahan dari penyakit yang
dideritanya.
B. Klasifikasi Transplantasi Organ
Transplantasi ditinjau dari sudut si
penerima, dapat dibedakan menjadi:
1.
Autotransplantasi: pemindahan suatu
jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
2.
Homotransplantasi : pemindahan suatu
jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3.
Heterotransplantasi : pemindahan organ
atau jaringan dari satu spesies ke spesies lain.
4.
Autograft
Transplantasi jaringan untuk orang
yang sama. Kadang-kadang hal ini dilakukan dengan jaringan surplus, atau
jaringan yang dapat memperbarui, atau jaringan lebih sangat dibutuhkan di
tempat lain (contoh termasuk kulit grafts , ekstraksi vena untuk CABG , dll)
Kadang-kadang autograft dilakukan untuk mengangkat jaringan dan kemudian
mengobatinya atau orang, sebelum mengembalikannya (contoh termasuk batang
autograft sel dan penyimpanan darah sebelum operasi ).
5.
Allograft
Allograft adalah suatu
transplantasi organ atau jaringan antara dua non-identik anggota genetis yang
sama spesies . Sebagian besar jaringan manusia dan organ transplantasi yang
allografts. Karena perbedaan genetik antara organ dan penerima, penerima sistem
kekebalan tubuh akan mengidentifikasi organ sebagai benda asing dan berusaha
untuk menghancurkannya, menyebabkan penolakan transplantasi .
6.
Isograft
Sebuah subset dari allografts di
mana organ atau jaringan yang ditransplantasikan dari donor ke penerima yang
identik secara genetis (seperti kembar identik ). Isografts dibedakan dari
jenis lain transplantasi karena sementara mereka secara anatomi identik dengan
allografts, mereka tidak memicu respon kekebalan.
7.
xenograft dan xenotransplantation
Transplantasi organ atau jaringan
dari satu spesies yang lain. Sebuah contoh adalah transplantasi katup jantung
babi, yang cukup umum dan sukses. Contoh lain adalah mencoba-primata (ikan
primata non manusia)-transplantasi Piscine dari pulau kecil (yaitu pankreas
pulau jaringan atau) jaringan.
8.
Transplantasi Split
Kadang-kadang organ almarhum-donor,
biasanya hati, dapat dibagi antara dua penerima, terutama orang dewasa dan
seorang anak. Ini bukan biasanya sebuah pilihan yang diinginkan karena
transplantasi organ secara keseluruhan lebih berhasil.
9.
Transplantasi Domino
Operasi ini biasanya dilakukan pada
pasien dengan fibrosis kistik karena kedua paru-paru perlu diganti dan itu
adalah operasi lebih mudah secara teknis untuk menggantikan jantung dan
paru-paru pada waktu yang sama. Sebagai jantung asli penerima biasanya sehat,
dapat dipindahkan ke orang lain yang membutuhkan transplantasi jantung.
(parsudi,2007).
Jika ditinjau dari
sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh, maka transplantasi
dapat dibedakan menjadi :
a. Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah
pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian
lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan
pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan
sumsum tulang, serta organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal.
b.
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau
jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang
lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang
tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan
pankreas.
C. Penyebab Transplantasi Organ
Ada dua komponen
penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1.
Eksplantasi : usaha mengambil jaringan
atau organ manusia yang hiudp atau yang sudah meninggal.
2.
Implantasi : usaha menempatkan jaringan
atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua
komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu :
1.
Adaptasi donasi, yaitu usaha dan
kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ
tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan
atau organ. (anonim,2006)
2.
Adaptasi resepien, yaitu usaha dan
kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya
dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik,
mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Organ atau jaringan
tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari
jenazah orang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian
batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit, ginjal,
sumsum tulang dan darah (tranfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah
adalah : jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak.
D.
Reaksi Penolakan
Terjadi oleh sel T helper (Saat ini disebut CD4+) resipien
yang mengenal antigen MHC allogenic. Sel T helper merangsang sel Tc (T
citotoxic atau CD8+) mengenal antigen MHC allogenic untuk membunuh sel sasaran.
Sel T helper melalui Limfokin menyebabkan Makrofag dikerahkan akibatnya
kerusakan jaringan target. Reaksi yang terjadi mirip dengan Hipersensitivitas
tipe IV (Gell dan Coombs) (Kates: 2002): Tipe Reaksi penolakan:
1. Tipe Reaksi Penolakan Transplantasi
Rejeksi Hiperakut : Reaksi penolakan yang terjadi dalam 24 jam setelah
transplantasi.
2. Rejeksi Akut : Reaksi terlihat pada resipien yang
sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap transplan pada penolakan umum
allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang efektif.
3. Rejeksi Kronis : Hilangnya fungsi organ yang
dicangkokkan secara perlahan beberapa bulan-tahun sesudah organ berfungsi
normal dan disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap antigen transplan atau oleh sebab intoleransi
terhadap sel T.
Immunosupressan
Walaupun HLA agak mirip, namun sistem imun resipien dapat
berbeda dalam
penerimaannya akibatnya dapat terjadi penolakan. Penolakan terjadi setelah
beberapa minggu transplantasi. Pemberian Immunosupressan mampu menekan reaksi
penolakan ini. Efek negatif : Menekan reaksi imun keseluruhan dan menekan imun
terhadap infeksi dari luar. Obat Imunosupressan : Kortikosteroid (misalnya
prednison), Azatioprin, Takrolimus, Mikofenolat mofetil, Siklosporin,
Siklofosfamid, Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit dan terakhir
Antibodi monoclonal (Baratawidjaja: 2006).
Kompleks
Histokompatibilitas Utama
Kompleks Histokompabilitas menurut (bahasa Inggris: major
histocompatibility complex atau MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada
semua jenis vertebrata. Gen tersebut terdiri dari ± 4 juta bp yang terdapat di kromosom
nomor 6 manusia
dan lebih dikenal sebagai kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein
MHC yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen
peptida ke sel T. (David,
2004).
Struktur
protein MHC
a. Protein
MHC kelas I
Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan sel
berinti. Protein ini bertugas mempresentasikan antigen peptida ke sel T sitotoksik (Tc) yang secara langsung akan
menghancurkan sel yang mengandung antigen asing tersebut. Protein MHC kelas I
terdiri dari dua polipeptida , yaitu rantai membrane integrated alfa (α)
yang disandikan oleh gen MHC pada kromosom nomor 6, dan non-covalently
associated beta-2 mikroglobulin (β2m). Rantai α akan melipat dan
membentuk alur besar antara domain α1 dan α2 yang menjadi
tempat penempelan molekul MHC dengan antigen protein. Alur tersebut tertutup pada pada
kedua ujungnya dan peptida yang terikat sekitar 8-10 asam
amino. MHC kelas satu juga memiliki dua α heliks yang menyebar di rantai beta sehingga dapat berikatan dan
berinteraksi dengan reseptor sel T. (Pandjassarame, 2009)
b. Protein
MHC kelas II
Protein MHC kelas I terdapat pada permukaan sel B,
makrofag, sel dendritik, dan beberapa sel penampil (antigen presenting cell atau
APC) khusus. Melalui protein MHC kelas II inilah, APC dapat mempresentasikan
antigen ke sel-T penolong (Th) yang akan menstimulasi reaksi inflamatori atau respon antibodi. MHC kelas II ini terdiri dari dua ikatan
non kovalen polipeptida integrated-membrane yang disebut α dan β. Biasanya, protein ini akan
berpasangan untuk memperkuat kemampuannnya untuk berikatan dengan reseptor
sel T. Domain α1 dan β1 akan membentuk
tempat untuk pengikatan MHC dan antigen (Anthony, 2007).
c. Gen
MHC dan polimorfisme
Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom
nomor 6
dan terbagi menjadi dua kelas gen, yaitu kelas I untuk MHC I dan kelas II untuk
MHC II. Kelompok gen yang termasuk kelas I terdiri dari tiga lokus mayor yang disebut B, C, dan
A, serta beberapa lokus minor yang belum diketahui. Setiap lokus mayor
menyandikan satu polipeptida tertentu. Pada gen pengkode rantai alfa, terdapat
banyakalel atau dengan kata lain bersifat polimorfik. Rantai beta-2-mikro globulin dikodekan oleh gen yang
terletak di luar kompleks gen MHC, namun apabila terjadi kecacatan pada gen
tersebut maka antigen kelas I tidak bisa dihasilkan dan dapat terjadi
defisiensisel T sitotoksik. Kompleks gen kelas II terdiri dari tiga lokus yaitu DP, DQ, dan DR
yang masing-masing mengkodekan satu rantai alfa atau beta. Rantai polipeptida yang dihasilkan akan saling
berikatan dan membentuk antigen kelas II. Seperti halnya antigen kelas II, antigen
kelas II juga bersifat polimorfik (unik) karena lokus DR dapat terdiri atas lebih dari satu
macam gen penyandi rantai beta fungsional (Abdul, 2009).
E.
Respon Imun Pada Transplantasi Organ atau Jaringan
Masalah utama: Pada transplantasi perbedaan
genetik diantara jaringan/tissue atau organ yang di transplantasi. Perbedaan
ini dapat dibagi 4:
1. Autograf
Transplantasi jaringan dari satu bagian tubuh ke bagian lain
pada orang yang sama, tidak dianggap asing oleh sistem imun, tidak menyebabkan
masalah kekebalan tubuh, variasi genetik tidak ada dan molekul major
histocompatibility complex (MHC) dapat mengenal jaringan atau organ yang baru
sebagai “ sendiri”
2. Allograf
Pencangkokan yang umum, dari satu organisme ke organisme lain berasal dari
spesies yang
sama, walaupun demikian mereka
mempunyai latar belakang genetik berbeda. Molekul-molekul MHC penerima akan mengenal
bagian cangkokan sebagaibenda asing, memberitahu
sistem kekebalan
tubuh untuk
menolaknya.
3. Isograf
Transplantsi jaringan atau organ dari donor yang secara
genetik identik dengan resipien atau jaringan dari individu
4. Xenograf
Pencangkokan satu spesies suatu organisme ke spesies lain.
Masalah: Variasi genetik yang terlalu besar di antara dua organisme tersebut. Menimbulkan penolakan yang sangat cepat ke jaringan-jaringan asing atau organ yang berasal dari respon sel dibantu
oleh Ig.M.
Gagasan untuk pencangkokan dari hewan ke
manusia, masalah: seperti penyakit, ukuran organ dan perdebatan etis. 1999
di, Inggris eksperimen
pencangkokan hati babon ke manusia, mengakibatkan terinfeksi virus yang berasal dari babon tersebut.
F.
Sistem Kekebalan / Imun & Pencangkokan
Keberhasilan pencangkokan organ terletak pada kendali sistem
imun untukmengizinkan proses adaptasi
pencangkokan tersebut,
dan mencegah proses penolakan.Gen-gen merupakan alasan utama pengenalan
antigen-antigen asing.
Major Histocompatibility Complex (MHC), berada pada lengan
pendek kromosom 6. Gen-gen MHC manusia mencerminkan molekul-molekul permukaan
sel: disebut alloantigen dikenal sebagai HLA
Molekul-molekul permukaan sel bersifat bersifat polimorfik
& memungkinkan sistem imun untuk mengenal antigen sendiri dan asing. Gen-gen MHC,
diwariskan menurut model Mendelian klasik, terdiri dari MHC kelas I dan MHC
kelas II.
G. Penolakan
Penolakan dari pencangkokan proses dari sistem imun si penerima
pencangkokan menyerang organ/jaringan/tissu yang dicangkok. Sebab sistem imun normal & sehat dapat membedakan
organ/jaringan/tissu asing untuk menghancurkan mereka. Seperti sistemorganisme menghancurkan bakteri dan
virus yang
menginfeksinya
Antigen MHC/HLA alasan utama penolakan secara genetik dari
penerima cangkokan terhadap organ/jaringan asing. Alloantigen ini dibawa ke sel
T oleh HLA kompleks yang
menentukan kecepatan penolakan ini akan terjadi.
H. Transplantasi
Pencocokan Jaringan
Pencangkokan jaringan dan organ
merupakan suatu proses yang rumit. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan akan
menyerang dan menghancurkan jaringan asing (keadaan ini dikenal
sebagai penolakan cangkokan). Untuk mengurangi beratnya penolakan
tersebut, maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki
kesesuaian yang semaksimal mungkin.
Untuk mencapai tingkat kesesuaian yang
semaksimal mungkin, dilakukan penentuan jenis jaringan donor dan
resipien.
Antigen adalah zat yang dapat
merangsang terjadinya suatu respon kekebalan, yang ditemukan pada permukaan
setiap sel di tubuh manusia. Jika seseorang menerima jaringan dari donor, maka
antigen pada jaringan yang dicangkokkan tersebut akan memberi peringatan kepada
tubuh resipien bahwa jaringan tersebut merupakan benda asing.
3 antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut.
3 antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut.
Jaringan lainnya memiliki berbagai
antigen, sehingga penyesuaian menjadi lebih mungkin terjadi. Sekelompok antigen
yang disebut human leukocyte antigen (HLA) merupakan antigen yang
paling penting pada pencangkokan jaringan lain selain darah. Semakin sesuai
antigen HLAnya, maka kemungkinan besar pencangkokan akan berhasil.
Biasanya sebelum suatu organ
dicangkokkan, jaringan dari donor dan resipien diperiksa jenis HLAnya. Pada
kembar identik, antigen HLAnya benar-benar sama. Pada orang tua dan sebagian
besar saudara kandung, beberapa memiliki antigen yang sama; 1 diantara 4 pasang
saudara kandung memiliki antigen yang sama.
Penekanan Sistem Kekebalan
Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi
jika sistem kekebalan resipien tidak dikendalikan, maka organ yang dicangkokkan
biasanya ditolak.
Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Penolakan bisa bersifat ringan dan
mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan progresif meskipun telah
dilakukan pengobatan.
Penolakan tidak hanya dapat merusak
jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi juga bisa menyebabkan demam,
menggigil, mual, lelah dan perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.
Penemuan obat-obatan yang dapat menekan
sistem kekebalan telah meningkatkan angka keberhasilan pencangkokkan.
Tetapi obat tersebut juga memiliki
resiko. Pada saat obat menekan reaksi sistem kekebalan terhadap organ yang
dicangkokkan, obat juga menghalangi perlawanan infeksi dan penghancuran benda
asing lainnya oleh sistem kekebalan.
Penekanan sistem kekebalan yang
intensif biasanya hanya perlu dilakukan pada minggu-minggu pertama setelah
pencangkokkan atau jika terlihat tanda-tanda penolakan.
Berbagai jenis obat bisa bertindak
sebagai immunosupresan. Yang sering digunakan adalah kortikosteroid (misalnya
prednison); pada awalnya diberikan melalui infus kemudian dalam bentuk obat
yang diminum. Obat lainnya adalah:
1.
Azatioprin
2.
Takrolimus
3.
Mikofenolat mofetil
4.
Siklosporin
5.
Siklofosfamid (terutama digunakan pada
pencangkokkan sumsum tulang)
6.
Globulin anti-limfosit dan globulin
anti-timosit
7.
Antibodi monoklonal.
Pencangkokan Ginjal
Untuk orang-orang yang ginjalnya sudah
tidak berfungsi, pencangkokan ginjal merupakan alternatif pengobatan
selain dialisa dan telah berhasil dilakukan pada semua golongan
umur.
Ginjal yang dicangkokkan kadang
berfungsi sampai lebih dari 30 tahun. Orang-orang yang telah berhasil menjalani
pencangkokkan ginjal biasanya bisa hidup secara normal dan aktif.
Transplantasi merupakan operasi besar
karena ginjal dari donor harus disambungkan dengan pembuluh darah dan saluran
kemih resipien.
Lebih dari duapertiga transplantasi berasal dari donor yang sudah meninggal, yang biasanya merupakan orang sehat yang meninggal karena kecelakaan. Ginjal dikeluarkan dari tubuh donor, didinginkan dan segera dibawa ke rumah sakit untuk dicangkokkan kepada seseorang yang memiliki jenis jaringan yang asama dan seru darahnya tidak mengandung antibodi terhadap jaringan.
Lebih dari duapertiga transplantasi berasal dari donor yang sudah meninggal, yang biasanya merupakan orang sehat yang meninggal karena kecelakaan. Ginjal dikeluarkan dari tubuh donor, didinginkan dan segera dibawa ke rumah sakit untuk dicangkokkan kepada seseorang yang memiliki jenis jaringan yang asama dan seru darahnya tidak mengandung antibodi terhadap jaringan.
Meskipun telah digunakan obat-obatan
untuk menekan sistem kekebalan, tetapi segera setelah pembedahan dilakukan,
bisa terjadi satu atau beberapa episode penolakan. Penolakan ini bisa
menyebabkan:
·
Peningkatan berat badan akibat
penimbunan cairan
·
Demam
·
Nyeri dan pembengkakan di daerah tempat
ginjal dicangkokkan.
Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan
adanya kemunduran fungsi ginjal. Untuk memperkuat diagnosis penolakan, bisa
dilakukan biopsi jarum (pengambilan contoh jaringan ginjal dengan
bantuan sebuah jarum untuk diperiksa dengan mikroskop).
Penolakan biasanya bisa diatasi dengan
menambah dosis atau jumlah obat immunosupresan. Jika penolakan tidak dapat
diatasi, berarti pencangkokkan telah gagal. Ginjal yang ditolak bisa
dibiarkan di dalam tubuh resipien, kecuali jika:
·
Demam terus menerus
·
Air kemih mengandung darah
·
Tekanan darah tetap tinggi.
Jika pencangkokkan gagal, maka harus
segera kembali dilakukan dialisa. Upaya pencangkokkan berikutnya bisa
dilakukan setelah penderita benar-benar pulih dari pencangkokkan yang
pertama.
Kebanyakan episode penolakan dan
komplikasi lainnya terjadi dalam waktu 3-4 bulan setelah pencangkokkan. Obat
immunosupresan tetap diminum karena jika dihentikan bisa menimbulkan reaksi
penolakan. Pemberian obat immunosupresan dihentikan jika timbul efek samping
atau infeksi yang berat.
Resiko terjadinya kanker pada penerima
ginjal adalah 10-15 kali lebih besar bila dibandingkan dengan populasi
umum.
Resiko terjadinya kanker sistem getah
bening adalah sekitar 30 kali lebih besar daripada normal, hal ini terjadi
kemungkinan karena telah terjadi penekanan terhadap sistem kekebalan
Pencangkokan Hati
Penderita penyakit ginjal memiliki
alternatif pengobatan dialisa, tetapi tidak demikian halnya dengan penderita
penyakit hati yang berat. Jika hati sudah tidak berfungsi lagi, maka
satu-satunya pilihan pengobatan adalah pencangkokkan hati.
Angka keberhasilan transplantasi hati
lebih rendah daripada transplantasi ginjal, tetapi 70-80% resipien bertahan
hidup minimal selama 1 tahun.
Mereka yang bertahan hidup kebanyakan
adalah resipien yang hatinya telah mengalami kerusakan akibat sirosis
bilier primer, hepatitis atau pemakaian obat yang merupakan racun
bagi hati.
Tansplantasi hati sebagai pengobatan
untuk kanker hati jarang berhasil. Kanker biasanya kembali tumbuh pada hati
yang dicangkokkan atau pada organ lainnya dan kurang dari 20% resipien yang
bertahan hidup selama 1 tahun.
Yang mengejutkan adalah bahwa reaksi
penolakan pada transplantasi hati tidak sehebat reaksi penolakan pada
transplantasi organ lainnya (seperti ginjal dan jantung). Tetapi setelah
pembedahan harus diberikan obat immunosupresan.
Jika resipien mengalami pembesaran
hati, mual, nyeri, demam, sakit kuning atau terdapat kelainan fungsi hati (yang
diketahui dari hasil pemeriskaan darah), maka bisa dilakukan biposi jarum.
Hasil biopsi akan membantu menentukan apakah hati yang dicangkokkan telah
ditolahk dan apakah dosis obat immunosupresan harus ditingkatkan.
Pencangkokan Jantung
Beberapa puluh tahun yang lalu tidak
mungkin dilakukan, tetapi saat ini transplantasi jantung telah menjadi
kenyataan. 95% resipien bisa lebih baik dalam melakukan olahraga dan
kegiatan sehari-hari; lebih dari 70% resipien yang kembali bekerja.
Transplantasi jantung dilakukan pada
penderita penyakit jantung yang paling serius dan tidak dapat diatasi dengan
obat-obatan atau pembedahan lainnya.
Setelah pembedahan, kepada resipien
perlu diberikan obat immunosupresan. Reaksi penolakan terhadap jantung
biasanya berupa demam, lemah dan denyut jantung yang cepat atau abnormal.
Jantung yang tidak berfungsi dengan baik bis amenyebabkan tekanan darah rendah, pembengkakan dan penimbunan cairan di dalam paru-paru. Penolakan yang sifatnya sangat ringan mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi bisa terlihat adanya perubahan pada EKG.
Jantung yang tidak berfungsi dengan baik bis amenyebabkan tekanan darah rendah, pembengkakan dan penimbunan cairan di dalam paru-paru. Penolakan yang sifatnya sangat ringan mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi bisa terlihat adanya perubahan pada EKG.
Jika diduga telah terjadi penolakan,
biasanya dilakukan biopsi. Jika ternyata terbukti telah terjadi penolakan, maka
dilakukan penyesuaian dosis obat immunosupresan.
Hampir separuh kematian pada resipien
jantung disebabkan oleh infeksi. Komplikasi lainnya
adalah aterosklerosis yang timbul pada arteri koroner dari 25%
resipien.
Penjangkokan Paru-Paru & Jantung-Paru
Beberapa tahun terakhir ini,
transplantasi paru-paru telah menunjukkan kemajuan yang pesat. Biasanya hanya 1
paru-paru yang dicangkokkan, tetapi kadang dilakukan transplantasi kedua
paru-paru.
Jika penyakit paru-paru juga telah
menyebabkan kerusakan pada jantung, kadang transplantasi paru-paru digabungkan
dengan transplantasi jantung.
Transplantasi paru-paru harus dilakukan
segera setelah paru-paru diperoleh karena proses pengawetannya sulit.
Paru-paru bisa berasal dari donor hidup
maupun donor yang baru meninggal. Dari donor hidup, hanya 1 paru-paru yang bisa
diambil dan biasanya hanya 1 lobus yang didonorkan.
80-85% resipien bertahan hidup minimal
selama 1 tahun dan sekitar 70% bertahan hidup selama 5 tahun. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi pada resipien:
·
Infeksi
·
Penyembuhan yang jelek pada titik
persambungan saluran udara
·
Penyumbatan saluran udara akibat
pembentukan jaringan parut
·
Penutupan saluran udara yang kecil
(merupakan komplikasi lanjut yang bisa menjadi pertanda adanya penolakan yang
terjadi secara bertahap).
Penolakan terhadap transplantasi
paru-paru sulit untuk diketahui, dinilai dan diobati. Pada lebih dari 80%
resipien, penolakan terjadi dalam beberapa bulan setelah pembedahan.
Penolakan bisa menyebabkan demam, sesak
nafas dan lemah (kelemahan terjadi akibat berkurangnya oksigen dalam
darah). Penolakan diatasi dengan melakukan penyesuaian dosis obat
immunosupresan.
Pencangkokan Pankreas
Transplantasi pankreas hanya dilakukan
pada penderita diabetes tertentu. Tujuan dari pencangkokkan adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi diabetes dan terutama untuk mengontrol kadar
gula darah secara lebih efektif.
Penelitian telah menunjukkan bahwa
transplantasi pankreas dapat memperlambat atau menghilangkan komplikasi dari
diabetes. Tetapi kebanyakan penderita tidak cocok menjalani transplantasi dan transplantasi
biasanya hanya dilakukan pada penderita yang kadar gula darahnya sangat sulit
dikendalikan serta penderita yang belum mengalami komplikasi yang serius.
Lebih dari 50% resipien memili kadar
gula darah yang normal dan seringkali tidak perlu menggunakan insulin
lagi. Resipien harus mengkonsumsi obat immunosupresan karena itu mereka
memiliki resiko mengalami infeksi dan komplikasi lainnya.
Pencangkokan Sumsum Tulang
Pencangkokkan sumsum tulang pertama
kali digunakan sebagai bagian dari pengobatanleukemia, limfoma jenis
tertentu dan anemia aplastik. Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin
meningkat, maka pemakaian pencangkokkan sumsum tulang sekarang ini semakin
meluas. Pencangkokkan sumsum tulang dilakukan pada wanita penderita kanker payudara
dan anak-anak yang menderita kelainan genetik tertentu.
Jika penderita kanker menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran, maka sel-sel penghasil darah yang normal di dalam sumsum tulang juga bisa dihancurkan bersamaan dengan sel-sel kanker. Tetapi kadang pada saat menerima kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu, penderita kanker bisa menerima terapi penyintaran dan kemoterapi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Jika penderita kanker menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran, maka sel-sel penghasil darah yang normal di dalam sumsum tulang juga bisa dihancurkan bersamaan dengan sel-sel kanker. Tetapi kadang pada saat menerima kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu, penderita kanker bisa menerima terapi penyintaran dan kemoterapi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Jenis HLA resipien harus menyerupai
jenis HLA donor, karena itu biasanya donor berasal dari keluarga
dekat. Prosedurnya sendiri adalah sederhana. Biasanya dalam keadaan
terbius total, sumsum tulang diambil dari tulang panggul donor dengan bantuan
sebuah jarum. Kemudian sumsum tulang tersebut disuntikkan ke dalam vena
resipien. Sumsum tulang donor berpindah dan berakar di dalam tulang resipien
dan sel-selnya mulai membelah. Pada akhrinya, jika semua berjalan lancar,
seluruh sumsum tulang resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang
baru.
Namun, prosedur transplantasi sumsum
tulang memiliki resiko karena sel darah putih resipien telah dihancurkan oleh
terapi radiasi dan kemoterapi.
Sumsum tulang yang baru memerlukan
waktu sekitar 2-3 minggu untuk menghasilkan sejumlah sel darah putih yang
diperlukan guna melindungi resipien terhadap infeksi.
Resiko lainnya adalah penyakit
graft-versus-host), dimana sumsum tulang yang baru menghasilkan sel-sel aktif
yang secara imunologis menyerang sel-sel resipien.
Transplantasi Organ Lainnya
Orang yang mengalami luka bakar yang
sangat luas atau kerusakan kulit luas lainnya bisa menjalani pencangkokkan
kulit (skin graft).
Cara terbaik
untuk melakukan skin graft adalah dengan mengambil kulit yang sehat dari bagian
tubuh lainnya dan mencangkokkannya pada bagian tubuh yang memerlukan. Jika hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, untuk sementara waktu bisa diambil kulit dari
donor atau hewan (misalnya babi) sampai tumbuhnya kulit baru yang normal.
Tulang rawan kadang dicangkokkan pada
anak-anak, biasanya untuk memperbaiki kelainan pada telinga atau hidung.
Kartilago donor jarang diserang oleh sistem kekebalan tubuh resipien.
Pada transplantasi tulang, biasanya
bahan tulang diambil dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan pada bagian
tubuh yang memerlukan.
Transplantasi
tulang dari donor tidak dapat bertahan, tetapi bisa merangsang pertumbuhan
tulang baru dan merupakan jembatan serta stabilisator yang baik sampai
terbentuknya tulang yang baru.
Transplantasi usus halus masih bersifat
coba-coba dan bisa dilakukan pada orang-orang yang ususnya telah mengalami
kerusakan akibat penyakit atau ususnya sudah tidak dapat berfungsi dengan baik.
Pandangan
yang mendukung pencangkokan organ.
Ada
beberapa dasar, antara lain:
a) Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian
ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu
potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi
dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti
diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada
alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi
ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima
organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan ( informed
consent )
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu
manusia lain khususnya sesama muslim, pendonoran organ secara sukarela
merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si
donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya dianjurkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa transplantasi
adalah suatu rangkaiantindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam
rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik atau mengalami suatu kerusakan. Transplantasi dapat
diklasifikasikan dalam beberapa faktor, seperti ditinjau dari sudut
si penerima atau resipien organ dan penyumbang organ itu sendiri. Jika dilihat
dari si penerima organ meliputi autotransplantasi, homotransplantasi,
heterotransplantasi, autograft, allograft, isograft, xenograft dan
xenotransplantation, transplantasi split serta transplantasi domino. Sedangkan
dilihat dari sudut penyumbang meliputi transplantasi dengan donor hidup dan
donor mati (jenazah). Banyak sekali faktor yang menyebabkan sesorang
melakukan transplantasi organ. Antara lain untuk kesembuhan dari suatu
penyakit (misalnya kebutaan, rusaknya jantung dan ginjal), Pemulihan kembali
fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan,
tapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis (contoh: bibir sumbing).
Dalam agama Kristen, katolik, hindu, dan budha transplantasi
boleh dilakukan dengan alasan medis dan asalkan dengan niat tulus dan tujuannya
untuk kebaikan menolong nyawa seseorang tanpa membahayakan nyawa si pendonor
organ tersebut. Sedangkan dalam agama islam untuk melakukan transplantasi organ
harus dilihat terlebih dahulu dari mana organ yang akan ditransplantasikan
tersebut berasal atau dilihat dari sumber organ. Dalam hukum, transplantasi
tidak dilarang jika dalam keadaan darurat dan ada alasan medis, tidak dilakukan
secara ilega, dilakukan oleh profesinal dan dilakukan secara sadar. Dari segi
etika keperawatan asalkan tidak melanggar prinsip-prinsip etik seperti
otonomi (Autonomy), Tidak merugikan (Nonmaleficience),
Berbuat baik (Beneficience), Keadilan (Justice),
Kejujuran (Veracity) dan Menepati janji (Fidelity)
transplantasi organ diperbolehkan. Dari segi masyarakat, selama
transplantasi dilakukan atas dasar medis dan mendapat persetujuan dari anggota
keluarga maka diperbolehkan. Namun disisi lain transplantasi organ di kalangan
masyarakat belum begitu dipahami secara menyeluruh sehingga masih menimbulkan
beberapa pertanyaan tentang transplantasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges. Edisi 3.Rencana asuhan
keperawatan.Jakarta:EGC
Hanafiah, Jusuf. 1999.Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan.Jakarta:EGC
Suprapti, S.R. Etika Kedokteran
Indonesia.Transplantasi. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. 2001.
Komentar
Posting Komentar